Archive | 29 Desember 2015

Pembelajaran Kooperatif

Ogadis-pushtunleh : FalahYu

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Kooperatif berarti bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan yang kooperatif setiap anak
berusaha mencapai hasil yang menguntungkan bagi diri mereka sendiri dan semua anggota kelompok. Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan peserta didik untuk bekerja bersama-sama di dalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain. Idenya sederhana setelah menerima pelajaran dari guru, anggota kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Mereka kemudian mengerjakan tugas yang diberikan sampai semua anggota kelompok berhasil memahami dengan baik materi tersebut dan menyelesaikan tugasnya.[1] Menurut Burton yang dikutip oleh Nasution, kooperatif atau kerjasama ialah cara individu mengadakan relasi dan bekerjasama dengan individu lain untuk mencapai tujuan bersama.[2] Arthur T. Jersild, yang dikutip Syaiful Sagala, mendefinisikan bahwa Learning adalah “modification of behavior through experience and training” yakni pembentukan perilaku melalui pengalaman dan latihan.[3] Dia menambahkan bahwa learning sebagai kegiatan memperoleh pengetahuan, perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan ajar.[4] David dan Roger Johnson mendefinisikan  cooperatif learning adalah strategi pembelajaran dalam bentuk kelompok-kelompok kecil dimana setiap peserta didik memiliki tingkat kemampuan berbeda, dengan menggunakan berbagai macam aktifitas belajar untuk meningkatkan pemahaman terhadap materi[5]

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kooperatif learning adalah usaha mengubah perilaku atau mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan secara gotong royong atau kerjasama. Pembelajaran cooperative learning atau dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas yang terstruktur. Belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif diantara anggota kelompok. Hubungan kerja seperti itu memungkinkan timbulnya persepsi yang positif tentang apa yang dapat dilakukan peserta didik untuk mencapai keberhasilan belajar berdasarkan kemampuan dirinya secara individu dan andil dari anggota kelompok lain selama belajar bersama dalam kelompok.

Elemen Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran kooperatif adalah :

  1. Adanya saling ketergantungan positif

Dalam pembelajaran ini guru menciptakan suasana yang mendorong agar peserta didik merasa saling membutuhkan. Dalam hubungan inilah yang dimaksud saling ketergantungan positif dan menuntut adanya interaksi promotif yang memungkinkan sesama peserta didik saling memberikan motivasi untuk meraih hasil belajar yang optimal.

  1. Adanya interaksi tatap muka

Dalam pembelajaran ini menuntut para peserta didik dalam kelompok dapat saling bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog tidak hanya dengan guru tetapi juga dengan sesame peserta didik dan interaksi seperti ini memungkinkan pembelajaran menjadi lebih bervariasi.

  1. Adanya akuntabilitas individual

Dalam pembelajaran ini penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil penelitian tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok agar dapat diketahui kelompok mana yang memerlukan bantuan dan kelompok mana yang dapat memberikan bantuan bahkan nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil belajar semua anggotanya.

  1. Adanya ketrampilan menjalin hubungan antar pribadi

Dalam pembelajaran ini harus ada ketrampilan social seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide, berani mempertahankan pemikiran yang logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lainnya yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan tetapi sengaja diajarkan. Tetapi bagi peserta didik yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi harus bisa dicarikan solusi oleh guru.

Pentingnya pembelajaran kooperatif

Ada beberapa alasan mengapa pembelajaran kooperatif dikembangkan. Hasil penelitian melalui metode meta-analisis yang dilakukan Johnson dan Johnson (1984) menunjukkan adanya berbagai keunggulan pembelajaran kooperatif sebagaimana yang terurai seperti berikut ini :

  1. memudahkan peserta didik melakukan penyesuaian sosial.
  2. mengembangkan kegembiraan belajar yang sejati.
  3. memungkinkan para peserta didik saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan.
  4. memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai social dan komitmen.
  5. meningkatkan kemampuan metakognitif.
  6. menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois dan egoisentris.
  7. meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
  8. menghilangkan peserta didik dari penderitaan akibat kesendirian atau keterasingan.
  9. dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi.
  10. membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
  11. mencegah timbulnya gangguan kejiwaan.
  12. mencegah terjadinya kenakalan pada masa remaja.
  13. menimbulkan perilaku rasional pada masa remaja.
  14. berbagai ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Urutan langkah-langkah perilaku guru menurut model pembelajaran kooperatif yang diuraikan oleh Arends (1997) adalah sebagaimana terlihat pada tabel :

syntaksKooperatif

Pembelajaran dalam kooperatif dimulai dengan guru menginformasikan tujuan-tujuan dari pembelajaran dan memotivasi peserta didik untuk belajar. Fase ini diikuti dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks bukan verbal. Kemudian dilanjutkan dengan langkah-langkahdi mana peserta didik dalam bimbingan guru bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan tugas-tugas yang saling bergantung. Fase terakhir dari pembelajaran kooperatif meliputi penyajian produk akhir kelompok atau mengetes apa yang telah dipelajari oleh peserta didik dan pengenalan kelompok dan usaha-usaha individu.

[1] David W. Johnson, dkk. Colaborative Learning: Strtaetgi Pembelajaran untuk Sukses  Bersama, Penerjemah: Narulita Yusron, (Bandung: Nusa Media, 2012) hlm. 4

[2] S. Nasution, Didaktik Azas Mengajar, (Bandung: Bumi Aksara, 2000), hlm. 148.

[3] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 12.

[4]Ibid.

[5]David and Roger Johnson, “Cooperative Learning”, http//:www.clrcc.com/pages/cl.html, [Online]

Prestasi Belajar

DSCN0777Oleh: FalahYu

Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.  Belajar dilakukan dengan sengaja, direncanakan sebelumnya dengan struktur tertentu, proses dan hasil-hasilnya dapat dikontrol secara cermat, dilakukan dengan cara tertentu dan memberikan hasil yang tertentu pada diri peserta didik.[1]Seperti yang dikutip Purwanto, Gagne menyatakan bahwa belajar terjadi apabila suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum dan sesudah ia mengalami situasi itu.  Morgan menyatakan, belajar adalah suatu perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalamannya. Witherington, menyatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian.[2] Dari beberapa definisi tentang belajar seperti tersebut di atas, maka pengertian belajar adalah proses perubahan  pada diri individu yang disebabkan oleh pengalaman.

Kata prestasi berasal dari Bahasa Belanda prestatie, kemudian di dalam bahasa Indonesia disebut prestasi, diartikan sebagai hasil usaha. Prestasi banyak digunakan di dalam berbagai bidang dan diberi pengertian sebagai kemampuan, keterampilan, sikap seseorang dalam menyelesaikan sesuatu hal. [3] Prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai oleh peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar. Oleh karena itu prestasi belajar bukan ukuran, tetapi dapat diukur setelah melakukan kegiatan belajar. Keberhasilan seseorang dalam mengikuti program pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar seseorang tersebut.

Menurut Gagne, prestasi belajar dapat dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kategori yaitu : 1) keterampilan intelektual, 2) informasi verbal, 3) strategi kognitif, 4) keterampilan motorik, dan 5) sikap [4]. Prestasi belajar Gagne di atas hampir sejalan dengan pemikiran Bloom. Menurut Bloom, bahwa prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kawasan, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik[5]. Aspek kognitif berkaitan dengan perilaku berpikir, mengetahui, dan memecahkan masalah. Ada enam tingkatan aspek kognitif yang bergerak dari yang sederhana sampai yang kompleks : (1) pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat materi pelajaran yang sudah dipelajari sebelumnya; (2) pemahaman (comprehension,, understanding), seperti menafsirkan, menjelaskan, atau meringkas; (3) penerapan (application), yaitu kemampuan menafsirkan atau menggunakan materi pelajaran yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru atau konkret; (4) analisis (analysis), yaitu kemampuan menguraikan atau menjabarkan sesuatu ke dalam komponen-komponen atau bagian-bagian sehingga susunannya dapat dimengerti; (5) sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menghimpun bagian-bagian ke dalam suatu keseluruhan; (6) evaluasi (evaluation), yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membuat penilaian terhadap sesuatu berdasarkan kriteria tertentu. Aspek afektif berkaitan dengan sikap, nilai-nilai, interes, apresiasi, dan menyesuaian perasaan sosial. Aspek ini mempunyai lima tingkatan dari yang sederhana ke yang kompleks : (1) penerimaan (receiving), merupakan kepekaan menerima rangsangan (stimulus) baik berupa situasi maupun gejala; (2) penanggapan (responding), berkaitan dengan reaksi yang diberikan seseorang terhadap stimulus yang datang; (3) penilaian (valuing), berkaitan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala atau stimulus yang datang; (4) organisasi (organization), yaitu penerimaan terhadap berbagai nilai yang berbeda berdasarkan suatu sistem nilai tertentu yang lebih tinggi; (5) karakteristik nilai (characterization by a value complex), merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Aspek psikomotor berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik. Aspek ini meliputi : (1) persepsi (perception), berkaitan dengan penggunaan indra dalam melakukan kegiatan; (2) kesiapan melakukan pekerjaan (set), berkaitan dengan kesiapan melakukan suatu kegiatan baik secara mental, fisik, maupun emosional; (3) mekanisme (mechanism), berkaitan dengan penampilan respons yang sudah dipelajari; (4) respon terbimbing (guided respons), yaitu mengikuti atau mengulangi perbuatan yang diperintahkan oleh orang lain; (5) kemahiran (complex overt respons), berkaitan dengan gerakan motorik yang terampil; (6) adaptasi (adaptation), berkaitan dengan keterampilan yang sudah berkembang di dalam diri individu sehingga yang bersangkutan mampu memodifikasi pola gerakannya; (7) keaslian (origination), merupakan kemampuan menciptakan pola gerakan baru sesuai dengan situasi yang dihadapi.

Azwar, memberi definisi prestasi belajar sebagai performa maksimal seseorang dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan atau telah dipelajari [6].

Dapat  disimpulkan prestasi belajar adalah gambaran kemampuan yang diperoleh peserta didik setelah melalui kegiatan belajar.  Hasil belajar meliputi tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor.

[1] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. (Jakarta: Bumi  Aksara, 2007), hlm. 34.

[2] Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja Karya. 2009), hlm. 87-88.

[3] Zaenal Arifin, Evaluasi Instruksional, ( Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1999 ), hlm. 78

[4] Gagne, Robert Michael, Leslie J Briggs & Walter W Wager, Principles of Instructional Design, (New York : Holt Rinehart and Winston Inc, 1979) h. 44

[5] Benyamin. S. Bloom, Taxonomy of Educational Objective, Cognitive Domain, Book  I, (New York : Logman, 1982) . h. 95

[6] Syaiful Azwar, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, (Yogjakarta : Pustaka Pelajar, 1988). h. 8

 

Motivasi Belajar

copy-cropped-img_4656.jpg

Oleh: FalahYu

Menurut Hasibuan, kata motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut.[1] Menurut Cecco, motivasi itu bertalian dengan belajar. [2] Dimyati & Mudjiono menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan segi kejiwaan yang mengalami perkembangan yang terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan kematangan psikologi peserta didik. [3] M. Alisuf Sabri, motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.[4] Sedang WS Winkel, motivasi adalah daya penggerak yang telah menjadi aktif, motif menjadi aktif pada saat tertentu, bahkan kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat dirasakan atau dihayati. [5]

Bagi peserta didik yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri peserta didik tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Peserta didik yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi peserta didik yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik yang merupakan dorongan dari luar dirinya mutlak diperlukan. Di sini tugas guru adalah membangkitkan motivasi peserta didik sehingga ia mau melakukan belajar. [6]

Berdasarkan pendapat para ahli tentang motivasi belajar maka motivasi belajar berkaitan dengan proses belajar. Motivasi dalam belajar sangat diperlukan karena dapat meningkatkan semangat peserta didik untuk belajar. Motivasi merupakan suatu perubahan yang terdapat pada diri seseorang untuk melakukan sesuatu guna mencapai tujuan. Kesimpulannya bahwa motivasi sebagai suatu perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului dengan adanya tujuan, maka dalam motivasi terkandung tiga unsur penting, yaitu : 1). Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia,  perkembangan motivasi akan membawa beberapa perubahan energi di dalam system “neurophysiological” yang ada pada organisme manusia. 2). Motivasi ditandai dengan munculnya rasa “feeling”, afeksi seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-persoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. 3). Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respons dari suatu aksi yakni tujuan.[7]Di Sekolah motivasi bisa dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 1). Motivasi Intrinsik dan 2). Motivasi Ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri peserta didik sendiri yang dapat mendorong melakukan tindakan belajar.[8] Bisa dikatakan motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang atau motivasi yang erat hubungannya dengan tujuan belajar, misalnya : ingin memahami suatu konsep, ingin memperoleh pengetahuan dan sebagainya.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik adalah:

  1. Adanya kebutuhan
  2. Adanya pengetahuan tentang kemajuan dirinya sendiri
  3. Adanya cita-cita atau aspirasi.[9]

Sedangkan Motivasi ekstrinsik adalah hal atau keadaan yang datang dari luar individu peserta didik, yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Bentuk motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar, misalnya peserta didik rajin belajar untuk memperoleh hadiah yang telah dijanjikan oleh orang tuanya, pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru dan lain-lain merupakan contoh konkrit dari motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong peserta didik untuk belajar.[10]

Untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik guru harus dapat menggunakan berbagai macam cara karena  tidaklah mudah bagi peserta didik untuk memiliki motivasi belajar. Tejab mengemukakan cara membangkitkan motivasi belajar antara lain :

  1. Menjelaskan kepada peserta didik, alasan suatu bidang studi dimasukkan dalam kurikulum dan kegunaannya untuk kehidupan.
  2. Mengkaitkan materi pelajaran dengan pengalaman peserta didik di luar lingkungan sekolah.
  3. Menunjukkan antusias dalam mengajar bidang studi yang dipegang.
  4. Mendorong peserta didik untuk memandang belajar di sekolah sebagai suatu tugas yang tidak harus serba menekan, sehingga peserta didik mempunyai intensitas untuk belajar dan menjelaskan tugas dengan sebaik mungkin.
  5. Menciptakan iklim dan suasana dalam kelas yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
  6. Memberikan hasil ulangan dalam waktu sesingkat mungkin
  7. Menggunakan bentuk .bentuk kompetisi (persaingan) antar peserta didik.
  8. Menggunakan intensif seperti pujian, hadiah secara wajar.[11]

Sardiman A.M, mengemukakan beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut diantaranya :

  1. Memberi angka
  2. Hadiah
  3. Saingan/kompetisi
  4. Memberi ulangan
  5. Mengetahui hasil
  6. Pujian
  7. Hukuman
  8. Hasrat untuk belajar
  9. Minat
  10. Tujuan yang diakui.[12]

kisi2motivasi

Dari kisi-kisi selanjutnya disusun instrumen berupa kuesioner tentang motivasi belajar

[1] Hasibuan, M. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. (Jakarta: PT Bumi Aksara), h.92

[2] De Cecco, J. P. De. The psychology of learning and introduction: Educational psychology.(New Jersey: Englewood Ciiffs, 1996), hlm. 100

[3] Dimyati & Mudjiono. 1999. Belajar dan pembelajaran. (Jakarta: Rineka Cipta), hlm. 105

[4] M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta : CV. Pedoman Ilmu Jaya, 2001), hlm. 90

[5] WS. Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta : PT. Gramedia, 1986), hlm. 71

[6] Sobry Sutikno, Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Peserta didik, diakses dari Jurnal Pendidikan, www.depdiknas.go.id pada Kamis, 11 September 2010

[7] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1998). hlm. 74

[8] Muhibbinsyah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hlm.82

[9]  Akyas Azhari, Psikologi Pendidikan, (Semarang : Dina Utama Semarang, 1996).hlm. 75

[10] Muhibbinsyah. Op Cit. hlm. 136

[11] Tadjab, Ilmu Jiwa Pendidikan, (Surabaya: Karya Abitama, 1994), hlm. 103

[12] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta : C.V. Rajawali, 1990),  hlm. 92-95