Misteri 10AP3

Oleh: Ine Febriyanti Gemi, Arni Tri Agustina, Kholifahtul Arifin, Syarifah Hinduan-xap1smkn1samarinda

 

Lulus dari SMP Muhammadiyah 1 Samarinda adalah harapanku dulu yang sudah tercapai saat ini. Aku bersyukur karena NEM UN ku sangat memuaskan. Sekarang aku sedang berkhayal bagaimana diriku saat memakai seragam putih abu-abu, memasuki kelas baru, teman-teman baru, dan bersiap mendapatkan inspirasi untuk tulisanku yang selanjutnya. Namun, hal itu adalah mustahil. Kedua orangtua ku mengharuskan aku memasuki sekolah kejuruan yang terkenal di Kalimantan. Borneo Vocational High School. Ya, dilihat dari namanya sangat jelas sekolah ini adalah sekolah favorit di Kalimantan. Tapi hal itu tidak penting bagiku. Bagaimana tidak, sekolah dengan akreditasi A memiliki banyak siswa yang tak tahu sopan santun dan tata tertib. Itulah salah satu alasan mengapa aku lebih memilih SMA yang biasa-biasa saja daripada sekolah ini.
“Vela, ayo cepat! Sebentar lagi pendaftaran akan dibuka.” Kata Ayah memerintahku.
Hari ini aku harus pergi mendaftar ke sekolah baruku. Aku bingung, mengapa dipagi yang sangat cerah ini aku harus menerima kenyataan pahit bahwa aku tidak bisa sekolah ditempat yang aku inginkan. Tapi apa daya, keputusan orang tua ku mutlak adanya.
“Iya, Pa. Vela pakai sepatu dulu.” jawabku lirih.

Saat tiba disana, aku sangat terkejut melihat panjangnya antrian pendaftaran. Aku merasa heran mengapa banyak sekali orang memilih sekolah ini.
“Apa mereka gila? Sekolah nggak bermutu kayak gini ternyata banyak banget muridnya!” , kataku dalam hati.
Karena datang terlambat, aku mendapatkan nomor pendaftaran yang sangat jauh. Aku harus bersiap-siap bosan menunggu. Meskipun sangat lama akhirnya namaku dipanggil juga. Aku masuk ke ruang pendaftaran dengan wajah kusut yang menandakan ketidaksukaan ku pada sekolah ini. Berkat nilai NEM ku yang memuaskan, aku harus menerima kesialan. Aku berhasil diterima di sekolah favorit ini.

***

Hari ini adalah hari pertama MOPDB (Masa Orientasi Peserta Disik Baru). Aku mengawali dengan rasa bosan stadium akhir. Aku bertekad untuk tidak mau mengenal siapapun di sini. Kecuali guru, penjaga sekolah, dan teman sebangku ku agar mereka bisa membantuku saat aku dalam kesulitan. MOPDB yang sangat membosankan dan menjengkelkan. Bagaimana tidak, salah sedikit kami para peserta akan menerima tausiah gratis dari para kakak kelas yang berlagak sok galak itu. Sebut saja mereka KTB (ketertiban). Memakai blezer hitam, berjalan mondar-mandir, mengawasi kami jika melanggar peraturan, dan tentunya memarahi kami tanpa alasan yang jelas.
“Lepas sepatumu!”, kata salah satu KTB kepada ku. Aku merasa heran mengapa ia menyuruhku melepas sepatu Skate ku yang mahal ini. Padahal sepatu ini sama sekali tidak melanggar aturan.
“Kenapa harus dilepas? . Bukannya sepatu ini bertali?”, kataku dengan nada kesal.
“Kamu nggak baca peraturan disini?. Sepatu harus berwarna hitam polos dan bertali!. Lihat sepatumu!.  Apa warnanya?!”, katanya dengan nada yang galak.
“Ini. Ambil aja. Aku masih punya banyak dirumah”, kataku sambil melepas sepasang sepatuku dan memberikannya kepada KTB menyebalkan itu.
Aku terpaksa merelakan sepatu skateku yang mahal diambil oleh KTB. Aku sudah bertekad untuk tidak akan mengenal mereka semua. Dengan menyerahkan sepatu itu, aku tidak akan dapat masalah. Dengan tidak ada masalah, aku tidak akan mengenal mereka.

***

Akhirnya MOPDB yang membosankan itu berakhir juga. Hari ini adalah hari pertama aku masuk sekolah dengan mengenakan seragam baru. Seragam baru, hari baru. Begitulah anak-anak di sini menyebutnya. Tetapi tidak bagiku. “Awal dari kebosanan dengan seragam hitam putih mirip dengan pakaian para artis Korea saat berperan menjadi anak SMA.” Ucapku dalam hati.

Sekarang waktunya aku memasuki kelas baruku. X AP3. Salah satu kelas terburuk yang pernah aku tempati. Memang, kelasnya bagus, rapi, bersih, dan berfasilitas lengkap. Hanya saja yang buruk disini bukan kondisi kelasnya. Melainkan para penghuninya. Aku menemukan berbagai macam spesies disini. Mulai dari yang lebay, remponk, alay, pendiam, penakut, cengeng, dan sombong. Aku merasa benar-benar tertimpa oleh musibah.
“Hai. Boleh kenalan nggak?”, kata seseorang disampingku.
Aku kaget dan kemudian menatapnya dengan bingung.
“Hallo. Kok mukamu bingung gitu sih?. Aku boleh nggak duduk disini?”, katanya lagi sambil memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Apakah dia yang akan menjadi teman sebangkuku nanti?. Apakah benar-benar dia?. Seorang gadis dengan style norak seperti ingin pergi shopping, aku terus berpikir bagaimana dia nantinya bisa beradaptasi dengan seorang sepertiku. Tapi apa boleh buat, aku tidak punya siapa-siapa disini. Aku harus kenal dengannya. Agar dia bisa dimanfaatkan membantuku mengerjakan tugas.
“Emm… hai juga!. Duduk aja nggak papa”, kataku gugup.
“Thank’s ya. Btw, nama kamu siapa?”, katanya dengan ramah sambil menjulurkan tangan.
“Aku Novela“, jawabku singkat dan menerima salamnya.
“Aku Tania Agatha. Kamu bisa panggil aku Ata. Nama kamu pendek banget”
“Sebenarnya nama panjang aku Novela Riyanti. Tapi kamu cukup panggil aku Vela aja ya”, kataku.
“Okey”, jawabnya singkat.

Semakin hari aku dan Ata semakin akrab. Kemana saja kami selalu berdua. Mulai dari berangkat sekolah, mengerjakan tugas, ke kantin, perpustakaan, sampai-sampai dihukum pun tetap bersama-sama. Aku merasa sudah menemukan teman baru yang sangat berbeda sifatnya dengan ku. Aku yang cuek dan pendiam sedangkan dia yang ramah namun sedikit lebay.

***

Para guru-guru killer sudah mulai memberi tugas kepada kami. Hari ini adalah mata pelajaran Bahasa Inggris. Tentu saja Bu Sri Harjanti masuk. Tiada kata FREE saat pelajaran ini. Bu Sri memberi kami tugas kelompok. Huufftt…. Aku benci tugas kelompok. Dengan berkelompok aku pasti akan banyak ngobrol dengan mereka. Aku pasti akan tahu nama mereka dan pastinya aku akan kenal mereka. Beruntung karena aku masih satu kelompok dengan Ata. Hanya saja kami harus bergabung dengan dua orang yang duduk di pojok paling belakang.
“Anak-anak!, Silahkan bergabung dengan kelompok kalian masing-masing. Kerjakan halaman 207 dan cari jawabannya di Internet. Hari ini juga harus dikumpulkan”, kata Bu Sri memerintah.

Aku dan Ata segera ke belakang untuk bergabung dengan kelompok kami. Satu kelompok dengan seseorang yang penakut dan yang satunya lagi sangat pendiam dengan rambut panjang yang menurutku sangat indah.
“Ayo kita kerjakan soal ini!. Harus cepat ya, hari ini dikumpul”, kata Ata berlagak pintar.
Kami bertiga hanya mengangguk pelan. Maksudku bukan bertiga tapi hanya berdua. Si pendiam rambut panjang itu tidak merespon apa-apa. Sepertinya dia tuna rungu. Sudahlah, untuk apa aku memikirkan dia. Kelas pun hening. Tidak seperti biasanya hening begini. Mungkin karena ada Bu Sri mereka semua menjadi pendiam. Tiba-tiba.
“Braak…”, Ata terjatuh dari kursinya.
“Ata…Ata…Ta Bangun!”, aku berusaha membangunkannya dari pingsan. Aku panik. Tidak biasanya Ata sakit. Dia selalu sehat menurutku.
Satu kelas pun panik terutama aku dan Bu Sri. Kami berusaha membangunkannya. Syukur ia ternyata siuman. Tetapi aku merasa ada yang aneh dengan sikapnya. Ia bangun tanpa merasa sakit. Aku pikir dia akan pusing karena kepalanya terbentur di lantai.
“Ta, kamu nggak papa?. Kamu harus ke UKS dulu. Badan kamu pasti masih lemah”, kataku sambil menarik lengannya. Karena dia teman sebangkuku aku harus baik padanya. Dia telah baik padaku. Entah apa yang membuatnya marah padaku. Ia tak menghiraukanku, bahkan melepaskan tanganku pada lengannya. Kemudian ia pergi ke belakang sekolah.
Karena curiga, aku dan teman-teman yang lain pun mengikutinya dari belakang. Ternyata Ata duduk di bawah pohon waru yang tinggi. Aku pun menghampirinya.
“Ta, ngapain kamu duduk di bawah pohon ini?. Ayo masuk kelas, Bu Sri nanti khawatir”, kataku peduli.
“Apaan sih?. Aku mau disini aja. Ini rumah aku!”, katanya membentakku.
Aku dan teman-teman lain pun kaget. Mengapa Ata bilang ini rumahnya?. Jangan-jangan Ata kesurupan. Aku bingung dan takut. Aku segera meyuruh Karin, teman sekelompok ku untuk memanggil para guru. Yah, kali ini aku membatalkan tekadku untuk tidak mengenal mereka. Disaat darurat seperti ini aku tidak punya pilihan lain selain meminta bantuan kepada Karin. Untung saja Karin dengan senang hati membantu.

Para guru pun datang. Pak Falah, guru mata pelajaran Otomatisasi Perkantoran segera mengobati Ata. Beliau adalah salah satu orang yang dipercaya bisa menangani orang yang kesurupan.
“AAA… JANGAN GANGGU AKU! INI RUMAHKU!”, teriak Ata dengan nyaring.
Aku dan semua yang ada di situ kaget. Ternyata Ata benar-benar kesurupan. Aku benar-benar heran sekarang. Sekolah dengan standar internasional ternyata sangat menakutkan. Hal ini semakin membuatku semangat untuk keluar dari sini. Ata pingsan. Dia kemudian di bawa ke UKS. Dan akhirnya sadar. Aku bersyukur ia baik-baik saja.

***

Semenjak kejadian Ata, semakin banyak peristiwa-peristiwa aneh yang muncul. Mulai dari Vivi si alay yang jatuh dari tangga kelas, Vino yang jatuh dari kursi setelah memperbaiki kipas angin, 5 orang siswa yang sakit tiba-tiba setelah datang lebih awal ke kelas, dan kelas yang sangat berantakan padahal sebelumnya sudah dibersihkan oleh petugas piket. Yang paling parah adalah Karin terbaring di rumah sakit karena koma.Tidak jelas apa penyakitnya, tetapi ia mengeluh kepalanya sangat sakit dan akhirnya pingsan dan belum sadar selama 5 hari.

Aku sangat heran dan bingung. Ada apa dengan teman-teman ku?. Mungkin ini memang saatnya aku harus peduli satu sama lain.
“Ta, kenapa ya banyak banget cobaan buat kelas kita?”, kataku sambil menyeruput es teh di kantin sambil makan burger dari burgerone yang tersohor itu.
“Huufftt… Aku juga bingung Vel. Semenjak kejadian kesurupan itu, makin banyak hal-hal aneh yang terjadi di luar logika”, kata Ata serius.
Aku hanya mengangguk pelan. Memikirkan banyak nya hal-hal aneh yang pernah terjadi. Ata berbicara lagi,
“Vel”
“Apa?”, kataku bertanya.
“Kamu masih ingat nggak, waktu di UKS kamu bilang ke aku kalau teman sebangkunya Karin itu orangnya cuek?”, kata Ata dengan sedikit gugup.
“Iya aku ingat. Sumpah Ta, gadis pucat itu pelit banget. “Cuek lagi!”, kataku bersemangat.
Aku memang tidak suka dengan gadis berambut panjang itu. Saat Ata kesurupan, ia hanya di kelas duduk diam dan membaca buku yang tidak penting. Padahal satu kelas bahkan hampir satu sekolah menengok keadaan Ata. Gadis itu juga sangat cuek, aku pernah bertemu dan senyum padanya.Tapi ia hanya diam. Aku tidak pernah melihat wajahnya dengan jelas. Karena rambutnya sangat panjang dan lebat sehingga sedikit menutupi wajahnya.
Ata bertanya lagi dengan wajah yang takut, aku heran kenapa dia takut.
“Eemm. Vel, gimana sih ciri-ciri teman sebangku Karin?”,
Aku heran, apakah Ata tidak pernah melihatnya?. Atau Ata yang memang tidak pernah bertegur sapa dengannya?
“Loh, kamu nggak pernah liat orangnya ya?”, kataku kaget.
“Vel”, kata Ata semakin gugup.
“Ya, kenapa?. Kamu mau kenalan sama gadis itu?”, kataku bingung dengan sikapnya.
“Vel, sebenarnya Karin itu … Karin… nggak… nggak…”, katanya semakin gugup.
Aku bingung dengan Ata. Mengapa harus ada rahasia-rahasia segala. Aku kan bukan tipe orang yang suka menyimpan rahasia.
“Apaan sih Ta?. Kalau mau ngomong, ngomong aja”, kataku sedikit kesal.
“Karin nggak punya teman sebangku”, kata Ata serius.
“Ha?”, kataku kaget.
Bagaimana bisa aku tidak kaget. Jadi gadis yang aku liat selama ini siapa?. Aku heran bukan main.
“Karin beneran nggak punya teman sebangku, Vela”, katanya lebih serius.
“Trus… yang… di sebelah Karin itu siapa?”, kataku gugup.
Aku masih tak percaya. Mengapa Ata dan yang lainnya tidak bisa melihat gadis pendiam itu?. Apa hanya aku yang bisa melihatnya?. Apa aku indigo?. Tapi kalau aku indigo, dari dulu pasti aku sering melihat hal semacam itu. Aku saja baru mengalami kejadian ini sekarang. Sekarang aku takut.

***

Sedikit demi sedikit misteri mulai terungkap. Gadis pucat itu semakin hari semakin terlihat pucat dan diam. Ternyata benar, kabarnya gadis itu bernama Lala. Ia bukan siswa kelas X AP3. Tetapi penghuni kelas. Kabarnya, Lala adalah siswi kelas X AP3,  lima tahun yang lalu menghilang. Ternyata menurut penerawangan pak Falah ia meninggal karena kecelakaan. Yaitu jatuh dari tangga sekolah. Sampai saat ini temannya itu juga menghilang entah kemana rimbanya. Dalam peristiwa itu Lala mengalami pendarahan hebat di kepala. Temannya ketakutan, takut kalau di tuduh membunuh, maka untuk menghilangkan jejak ia mengubur Lala di belakang sekolah, tepatnya di belakang kelas X AP3. Tepatnya bukan mengubur, tetapi memasukkan jasad Lala ke septictank, tutup septictank yang bisa dicongkel dengan kayu itu ternyata lubangnya muat untuk memasukkan Jasad Lala ke dalamnya.

Peristiwa itu tepatnya terjadi lima tahun lalu di malam jum’at, ketika mereka berdua sedang jalan ke sekolah, pada jam 20.00. Penjaga sekolah yang di depan tidak sadar kalau kedua remaja itu menyelinap masuk ke sekolah naik ke kelas X AP3 di lantai 2 yang letaknya belakang. Mungkin ada yang sedang diributkan oleh kedua insan tersebut hingga terjadi kecelakaan.

“Tapi jangan-jangan ia dibunuh”, menurut penerawangan pak Falah. Hingga Lala tidak tenang, karena itu ia menampakkan dirinya untuk menunjukkan bahwa ia ada di belakang sekolah. Tepat di septictank disamping pohon waru.

***

Beberapa hari yang lalu polisi datang ke sekolah untuk mengidentifikasi kejadian tersebut. Ternyata benar, jasad Lala di temukan di septictank di samping pohon waru. Jasadnya kemudian di bawa ke rumah sakit untuk divisum. Memang jasadnya sudah rusak tapi masih bisa divisum. Dari hasil visum ternyata Lala meninggal bukan karena jatuh dari benturan, tapi di otaknya ditemukan sel kanker yang ganas yang Lala sendiri tidak menyadari. Tepatnya kanker itulah penyebab kematian gadis itu. Disinyalir otak Lala mengalami kram otak, keseimbangan hilang dan terhuyung-huyung, karena waktu itu hujan gerimis dan lantai licin maka ia jatuh. Ya ia jatuh ketika sedang kram otak, dan mati mendadak atau “sudden death“. Tepatnya Lala sudah mati duluan baru jatuh.

Walaupun penerawangan pak Falah agak meleset dari kenyataan dan beliau tidak mampu menerawang siapa teman Lala itu dan dimana keberadaannya sekarang. Tapi kerja terawang-menerawang model beliau ini paling tidak telah membantu Polisi dalam memecahan misteri ini.

Lala akhirnya dikubur dengan layak. Aku yakin, Ia sudah tenang di alam sana. Aku bersyukur tidak ada lagi peristiwa-peristiwa aneh di kelas. Sekarang aku sadar bahwa aku harus menjadi bagian dari mereka. Tanpa mereka aku tidak punya siapa-siapa. Aku berjanji akan terus sekolah di sini hingga lulus.

Tinggalkan komentar