Lelaki Misterius

Cerpen Karya : Aji Laras Sastaviana-xap1smkn1samarinda

pacaranAlarm membangunkan dari tidurku yang sangat pulas semalam. Kubuka mata dan mencoba untuk bangkit dari tempat tidurku. Rasanya masih ngantuk, jika kuturuti mau aku tidur lagi. Namun aku segera berdiri dengan semangat sambil menatap jendela yang ditutupi oleh segar embun pagi.

Seperti biasa aku menjalani aktivitasku sehari-hari sebagai anak sekolahan. Aku bersiap-siap untuk pergi ke sekolah, aduh ternyata hari sudah siang, ternyata tadi kelamaan menatap jendela menikmati embun yang mulai memudar. Padahal ini jam pelajaran pak guru Valah, guru killer yang suka masuk kelas di jam pertama sebelum bel pelajaran berbunyi. Wah bisa-bisa aku dihukum nanti jika terlambat, aku disuruh memunguti sampah-sampah yang berserakan di halaman sekolah. Ih dasar, anak-anak sekolah itu suka membuang sampah sembarangan, jadi menjadi tugas murid yang terlambat untuk memunguti.

Pagi ini aku mandi bebek, pokoknya cepat deh dan sarapan sisa roti bakar yang kemarin aku beli dari tenant burgerone Samarinda. Tancap gas motorku untuk memulai menuntut ilmu, untung jalanan pagi ini tidak begitu macet dan benar dugaanku pak guru Valah sudah mulai bergegas masuk kelas. Aku dan teman-teman berlarian ke kelas mendahului pak guru Valah.
“Wuuih, guru satu ini memang lebay, masak belum bel sudah mau masuk kelas?”, gerutu Novi sambil berlari ke kelas.
“Biarin, napa?”, aku menimpali sekalian membela pak guru Valah yang katanya guru killer tapi aku malah suka.
“Eh keset dulu, jangan nyelonong gitu”, teriak Azizah petugas piket hari ini pada teman-teman.

Syukurlah aku sampai di kelas dengan selamat dan ngos-ngosan tentunya, aku menunggu guru Valah yang mengajar masuk ke kelasku. Dengan wajah garang tapi macho guruku memasuki kelas. Setelah kami berdo’a, pak guru mulai nyerocos akan materi olah raga yang akan kita praktikkan pagi ini.
“Baiklah anak-anak, semua sudah siap. Semua sudah berpakaian orah raga. Sekarang semua turun ke lapangan!”, teriak pak guru Valah. Pak guru menyuruh kami untuk pergi ke lapangan untuk melakukan pemanasan sebelum praktek olahraga.

Dilapangan kami melakukan pemanasan dengan berlari-lari kecil mengitari lapangan. Namun di saat aku berlari aku seperti melihat seorang pemuda, awalnya biasa saja. Tapi ketika berputar lagi aku sempat melirik pemuda itu yang yang berperawakan tinggi, memiliki hidung yang sangat mancung. Berputar lagi aku sempatkan meliriknya dan berpikir siapa pemuda yang sedang melamun di bawah rindangnya pohon beringin. Aku tercengang melihat pemuda itu. Rasa-rasanya bukan murid sekolah ini, aku baru melihat pagi ini, aku bingung melihat pemuda itu, misterius. Aku berkata di dalam hati “Ngapain ya tu orang kok melamun di bawah pohon sendirian?”
“eh siapa pemuda itu, cakep juga”, bisik Irma padaku
“Iya, boleh juga tuh!”, teriak Sinta

Rupanya tidak aku saja yang memperhatikan pemuda itu, tapi teman-temanku wanita juga memandangi pemuda itu. Lumayan sih pemuda itu, menurutku cakep, mungkin juga teman-temanku juga berpikiran sama denganku.  Buktinya mereka pada suka memandangi pemuda itu, tapi yang dipandang malah cuek dan tidak merasa. Tapi  menurutku lebih cakep jika tidak murung seperti sekarang.

Pada waktu jam pelajaran olah raga pak guru Valah ini konsentrasiku tidak fokus, kenapa aku kepikiran dengan pemuda yang cakep menurutku. Murid pindahankah atau pemuda sekitar kampung di sekolah ini?. Diam-diam hari ini aku lebih banyak menghabiskan waktu untuk melihatnya dari kejauhan ketika pelajaran olah raga. Untungya kali ini pak guru Valah kurang perhatian kepada kami-kami semua, sehingga killernya tidak muncul. Bahkan pak guru Valah juga tidak menegur pemuda itu, seperti yang biasa dilakukan oleh guru-guru jika ada murid yang berada di luar kelas pasti ditanya macam-macam seperti : “ini jamnya siapa kok Kamu di luar kelas?, atau mengapa Kamu ada di luar kelas pada ini jam masuk pelajaran?”, atau bahkan dimarahin dan ujung-ujung di hukum memunguti sampah atau menyapu halaman sekolah yang masih kotor.

Aku sempatkan untuk membuat hipotesa pada pemuda yang tatapan matanya kosong, dahinya sering dikernyitkan dan cuek pada gadis-gadis yang sedang memperhatikan, oke hipotesaku : “diduga pemuda itu sedang memikirkan suatu masalah yang tidak bisa ia selesaikan sendiri”.

Akhirnya selesai juga jam pelajaran olah raga yang seharusnya menyenangkan,  tapi tidak membuatku konsen dan tidak membuatku merasa capek. Kamipun bergegas kembali ke kelas untuk mengganti pakaian olahraga dan ada jeda waktu 15 menit untuk istirahat agar nanti masuk kelas bisa fresh lagi dalam mengikuti pelajaran berikutnya.

Aku pergi ke kantin sekolah mau beli minum dan sarapan burger kesukaanku, ya burger spesial ala burgerone Samarinda. Kami juga berlarian untuk menyerbu burgerone agar dapat segera dilayani. Maklum burgerone Samarinda memang selalu penuh pembeli sehingga selalu antri untuk mendapatknya.

Karena tergesa-gesa tanpa sengaja aku ditrabrak, tepatnya  aku yang menabrak seseorang. Oh yang kutabrak pemuda yang tadi melamun di bawah pohon beringin yang rindang.
“Maaf, ya!”, kataku sambil menatap pemuda yang cakep itu,  oh so sweet dia memang cakep.
Pemuda itu berhenti, diam saja. Tidak ada respon atau basa-basi misalnya dengan kata:  “ya tidak apa, lain kali jangan tergesa-gesa ya”. Dia cuma diam dengan muka merunduk melihat lantai keramik kantin sekolah. Kuberanikan diri menatap wajah pemuda yang kelihatan sedang bersedih itu. Semakin kutatap mukanya semakin merunduk tentu saja aku yang menatapnya semakin kebingungan, ada apa gerangan?.
“Eee, murid baru ya?”, tanyaku.
Tapi pemuda itu tetap tidak ada respon sama sekali, dia malah ngeloyor pergi. Ini semakin membuatku penasaran, pemuda itu kelas berapa?. Kok aku baru melihatnya?, Kelasnya di mana?.

Daripada penasaran seperti ini aku putuskan untuk mulai mengikutinya dari belakang tanpa sepengetahuan pemuda itu. Lho aneh, ternyata kelas pemuda itu di depan gedung kelasku. Ternyata memang dia murid pindahan dari sekolah lain di kotaku juga, pantesan aku baru melihatnya.

****

Alarm membangunkan dari tidurku yang sangat pulas semalam. Kubuka mata dan mencoba untuk bangkit dari tempat tidurku. Rasanya masih ngantuk, jika kuturuti rasanya mau aku tidur lagi. Namun aku segera berdiri dengan semangat sambil menatap jendela yang ditutupi oleh segarnya embun pagi.

Seperti biasa aku menjalani aktivitasku sehari-hari sebagai anak sekolahan. Di sekolah aku bertemu lagi dengan pemuda itu. Aneh, kali ini aku melihat wajahnya tidak kelihatan bersedih. Kok cepet betul perubahannya, kemarin kelihatan sedih, murung dan cuek, tapi sekarang kok seperti pemuda-pemuda lainnya, ketawa, bergurau. Pokoknya wajahnya seperti kebanyakan pemuda Indonesia, ceria. Ini juga membuatku semakin penasaran tentang siapa dirinya.

Aku memutuskan untuk mencari tahu tentang keberadaannya. Aku diam-diam dan hati-hati agar tidak dicurigai mencoba untuk melakukan ivestigasi. Teman-teman yang dekat dengan pemuda itu mulai ku wawancarai satu persatu. Seperti Yunus teman pemuda itu ketika sedang jalan sendirian ketika kami pulang sekolah, aku hampiri.
“Yunus tunggu dong?”, teriakku padanya
“Eh Aji ada apa?”, jawab Yunus
“Eh, boleh nanya nggak aku?”
“Tanya apa?”
“Itu, tuh teman sekelasmu yang baru itu …”
“Siapa?, Ari maksudmu, Ari Gunawan?”
“Bukan, yang baru pindahan itu?”
“Oh dia, kenapa … naksir ya?
“Eh ngaco aja kamu itu. Dia pindahan dari mana?
“Oh dia, yang aku tahu pindahan dari SMA Negeri 30, kenapa ndak boleh?
“Enggak, nanya aja kok. Kenapa dari SMA Negeri 30 kok pindah ke sekolah kita. Kan SMA Negeri 30 lebih bagus daripada sekolah kita?
“Mana aku tahu, itu urusan dia kali?, jawab Yunus sambil jalan.
“Yunus, tunggu napa. Kan cuma tanya saja. Situ kan temannya, maksudku alasannya apa kok pindah ke sini?”

“Aji …, dia tuh tukang ribut dikelas, dan playboy. Dia tuh dikeluarkan dari sekolah … eh salah di suruh pindah dari sekolah, nggak tahu di keluarkan atau di pindahkan, gara-gara kelahi sama teman sekolahnya yang dulu. Sudah ah, itu mah urusan orang, aku cabut dulu ya Ji?.

Aku terkejut mendengar informasi tentang dirinya dari teman-teman. Sebenarnya dia anak orang kaya, kalau ke sekolah selalu membawa mobil sendiri. Tapi dia suka bikin onar, berandal kali. Dia juga suka gonta-ganti pacar. Iya sih, dia itu memang cakep, tinggi, hidungnya mancung seperti mulut burung betet, kaya lagi, kira-kira gadis mana yang tidak tertarik sama dia. Playboy?, ih bencinya aku kalau melihat laki-laki yang suka gonta-ganti pacar. Sungguh aku benci dengan kata playboy.

Teman-teman gadis di sekolah rupa-rupa mulai naksir dengan pemuda itu. Aku juga, semakin hari perasaan ini semakin berubah dari penasaran menjadi suka. Ternyata aku juga termasuk salah seorang yang menyukai pemuda itu. Semua itu berawal dari melihatnya dari kejauhan di lapangan. Aku pun menjadi bingung : “mengapa semua ini bisa terjadi?. Apa aku salah menyukai seseorang yang seperti itu?”, kalimat itu sempat terlintas di pikiranku.

Secara tidak sengaja ketika aku sedang menikmati roti abon ala burgerone, pemuda itu duduk di depanku. Tidak menyangka aku semeja dengannya, rupanya selera kita sama, dia juga sedang membawa makan dan minum sama dengan yang aku pesan.
“Ikut duduk ya ?”, tanyanya dengan senyum ramah
“Silahkan”, jawabku.
Aku tersenyum lebar ketika bertemu pandang dengan seorang pemuda yang sedang duduk di depanku. Ia malah bingung melihatku tersenyum seperti itu di depannya. Suasana pun semakin rumit. Mungkin ia tahu aku memiliki perasaan pada dirinya. Aku pun sempat bingung dengan suasana tersebut. Tak lama kami pun berkenalan dan bercerita tentang diri kami satu sama lain.
“Namaku Aji kelas 12IPA3, nama kamu siapa?”, aku mulai mencairkan suasana
“Hmm, Aji ya, sebuah nama yang bagus. Hmm kok selera kita sama ya?”, jawab dia dengan pandangan mata aneh seolah-olah mau melahap ke seluruh tubuhku.

Yang jelas dengan sering ketemu di sekolah dan selera makan di kantin yang sama membuat hubungan kami semakin dekat. Sebenarnya ini membuat diriku merasa kurang nyaman dengan dirinya, aku merasa ada yang aneh dengan hubungan ini. Ini bisa dibilang bahwa aku dan dia saling jatuh cinta, maka aku pacaran dengan pemuda itu. Aku bangga ternyata dari sekian gadis di sekolahku, pemuda itu memilih aku.

Hubunganku dengan pemuda itu sungguh indah. Dia selalu suka memuji kecantikaanku, suaraku, baju yang ku kenakan, penampilanku dan kerinduannya jika tidak bertemu seharipuan denganku. Selalu ada kejutan hadiah darinya jika kita jalan-jalan ke Mall. Bahkan kemarin aku diajak ke Big Mall Samarinda dan makan di restoran sambil menghadap sungai Mahakam. Ini kejutan yang luar biasa, aku diberinya cincin dengan mata batu akik bermata shafir. Sambil membisikkan kata ”Aji, aku sayang kamu?”. Sungguh ini membuatku menjadi melambung, membuatku terbuai dan terhanyut dalam dunia asmara, padahal kata-kata ini setiap hari diucapkannya.
“Aku juga sayang Kamu!”, jawabku dengan penuh perasaan. Aku bahkan mulai memimpikan kelak mau jadi ibu dari seorang pemuda yang sedang di depanku. Aku mau melahirkan anak-anak yang wajahnya mirip dengannya.

***

Umur pacaran ini belum ada tiga bulan, ketika aku  melihat dirinya dengan wanita yang memiliki rambut yang bergelombang sedang duduk berdua di bawah pohon beringin yang rindang. Peristiwa ini seperti ketika pertama kali aku melihat dirinya dari kejauhan. Namun dulu ia sendirin dan sedang melamun, sekarang dia berduaan dan sedang ceria. Aku kaget setengah mati dan takjub dengan semua ini. Kok bisa-bisanya pemuda itu berbicara dengan wanita yang memiliki rambut yang bergelombang itu, akrab sekali. Tangannya saling memegang dan saling remas, rambut wanita dibelainya dan canda rianya menunjukkan suatu kemesraan, menjijikkan.

Bahkan ia melihatku yang juga aku sedang melihat kemesraan mereka di bawah pohon beringin yang rindang.  Ia terlihat sedang berbisik pada wanita itu, lalu keduanya sama-sama melihatku dan melambai-lambaikan tangannya sambil tersenyum. Ini membuatku mual dan menyesakkan dada. Ada perasaan sesak, dongkol, marah, benci dan jijik. Air mataku mengalir deras, sebelum diketahui teman-teman maka aku bergegas pergi dari tempat itu. Aku pulang sekolah sebelum bel pelajaran terakhir berbunyi, masa bodoh.

Sampai dirumah aku langsung bergegas masuk kamar, kubanting pintu kamar, lalu ku kunci. Ditempat tidur aku langsung jatuh untuk menangis sekeras-kerasnya. Agar tidak terdengar orang di rumah ku tutup bantal di mukaku.
“Dasar pemuda hidung belang, belum genap tiga bulan saja sudah ganti baru?, apalagi kalau setahun, berapa kali ganti!”, umpatku.

Sambil mengurai air mata aku kemudian bangkit, berdiri di depan kaca dan berkata: “apakah aku salah menyukai seseorang?. Apakah aku salah memberikan senyumanku di depannya?”.

Benar juga hubungan ini membuat diriku merasa kurang nyaman, aku merasa ada yang aneh dengan hubunganku dengan dirinya Namun kesadaran yang terlambat harus segera dipulihkan. Aku menerima semua kenyataan yang terjadi. Aku menganggap semua itu hanya pelajaran bagiku. Pelajaran anak sekolah yang sedang belajar bagaimana cara menjalin hubungan antara wanita dengan lelaki. Sudah kudapat dua pelajaran saat ini bahwa : pertama lelaki adalah misteri dan kedua lelaki adalah angin.

Tinggalkan komentar